Sore
hari beberapa tahun lalu ada sebuah kejadian yang teringat jelas sampai
sekarang. Saat sedang duduk menikmati sore di pinggir tambak yang sejuk saya mendapati
dua pemandangan kontras. Beberapa anak sekitar usia SD awal, yang satu sedang
asyik bermain di atas pohon yang menjorok ke tambak sambil memancing dan yang
satu membawa satu gelas air mineral berisi beberapa linting rokok lalu ia
hisap. Kemudian ada seorang bapak yang menegur habis-habisan anak yang merokok
tersebut, tampak seperti tetangganya. Yang dilakukan anak tersebut bukanlah
takut atau memohon untuk tidak diadukan ke orang tua tapi malah marah dan
menjadi lebih galak dari yang memarahinya.
Dari
hal tersebut saya jadi yakin bahwa fenomena anak-anak yang merokok itu nyata
dan semakin memprihatinkan. Apalagi dalam beberapa waktu terakhir banyak sekali
kejadian yang menjadi viral di dunia maya soal anak-anak yang merokok (baby smoker). Sebut saja bocah yang
kecanduan rokok dan menangis jika tidak diberikan rokok. Atau malah yang lebih
miris adalah bayi yang sengaja diberi rokok oleh orang tuanya dengan maksud
lucu-lucuan. Padahal yang lucu adalah pola pemikiran orang tuanya yang entah
dari mana mereka dapatkan.
Fenomena
tersebut bahkan membawa Indonesia bisa disebut sebagai satu-satunya negara
dengan kasus baby smoker. Di samping itu, Indonesia juga
menjadi negara teratas ke-3 yang penduduknya merokok (WHO, 2008). Tentu saja peringkat ini bukanlah hal yang patut
dibanggakan.
Dari
sedikit kejadian di atas, saya menjadi semakin yakin bahwa merokok sama sekali tidak keren. Sudah mengancam
anak-anak generasi penerus bangsa. Dan salah satu caranya untuk menjauhkan
anak-anak dari rokok adalah dengan rokok harus mahal, sehingga harga tersebut
tidak bisa dijangkau oleh anak-anak. Bahkan kalau bisa harga tersebut juga
memberatkan orang dewasa.
Dampak Buruk Merokok Bagi Anak
Sebelum
berbicara lebih jauh mengenai gagasan menaikkan harga rokok. Saya ingin
mengulas tentang Talkshow serial
#RokokHarusMahal Ruang Publik KBR. Dalam seri ke-6 ini membahas tentang
Lindungi Anak Indonesia, Harga Rokok Harus Mahal, sekaligus untuk memperingati
Hari Anak Nasional 2018.
Seri-6 Rokok Harus Mahal |
Stunting
adalah kondisi pada anak yang menyebabkan ia mengalami gangguan pertumuhan dan
secara kasat mata terlihat lebih pendek dari anak seusianya. Di Indonesia
sendiri stunting merupakan salah satu dari 4 problem terbesar. Dari yang pernah
saya bahas di tulisan sebelumnya, bahkan Indonesia termasuk dalam
peringkat 5 besar negara dengan
permasalahan stunting.
Yang
harus diingat adalah stunting tidak diakibatkan oleh faktor keturunan atau
genetik. Faktor genetik hanya menyumbang sebanyak 20% pada pertumbuhan anak,
sisanya dari faktor kecukupan gizi di 1000 hari pertama kehidupan anak dan
paparan lingkungan juga. Faktor dari luar baru-baru ini seperti yang dokter
Sophi sebutkan adalah rokok. Karena anak-anak yang merokok pertumbuhannya dapat
terhambat sehingga mengakibatkan stunting.
Lebih
lanjut lagi, permasalahan stunting ini tidak hanya berakibat pada tinggi tubuh
anak-anak tapi juga perkembangan kepala yang berpengaruh pada pertumbuhan sel
otak dan kecerdasan. Jadi selain beberapa penyakit yang sudah pasti bisa
ditimbulkan dari merokok, stunting juga merupakan akibat lain yang bisa terjadi pada anak-anak
yang merokok.
Apa
sih akibat yang ditimbulkan jika anak stunting? Yang pasti pertumbuhan fisik
tidak akan bagus seperti anak-anak seusianya dan jangka panjang terhadap
kecerdasannya. Bayangkan saja apa yang akan terjadi di masa depan jika kondisi
anak-anak saat ini seperti gambaran di atas. Pasti perlahan juga akan mengancam
generasi penerus bangsa.
Bagaimana Harga Rokok Di Indonesia?
Dr.
Santi Martini, dr., M.Kes yang juga ketua Tobacco Support Control Center
mengatakan bahwa harga rokok di Indonesia terlalu murah. Berdasarkan data dari
Badan Pusat statistika (BPS) 2016, rokok adalah komoditas penyumbang kemiskinan
sebesar 10,7% di pedesaan dan perkotaan. Bahkan harga rokok di Indonesia lebih
murah dari pisang goreng dan telur.
Berdasarkan
hasil survey tentang uang saku anak usia SMP di Surabaya setiap harinya adalah
8000 rupiah. Dengan uang sakunya, anak-aanak masih bisa menjangkau rokok,
apalagi dengan promosi harga rokok yang dapat dijual per batang. Promosi rokok
yang mencantumkan harga juga semakin memicu keingintahuan anak-anak sehingga
bisa meningkatkan willingness to pay
terhadap rokok juga. Tentunya hal ini tidak hanya berlaku bagi kalangan
anak-anak yang punya kecenderungan mencoba untuk sekadar tahu tapi juga orang
dewasa.
Hal-hal
tersebut menjadikan dasar untuk kampanye #RokokHarusMahal yang tidak serta
merta menginginkan harga rokok ditingkatkan. Namu juga sebagai salah satu
stimulasi agar mengurangi jumlah perokok di Indonesia termasuk perokok pemula.
Solusi Menghindarkan Anak Dari Merokok
Dari
yang telah dibahas di atas sebenarnya tugas untuk menghindarkan anak dari
merokok tidak hanya milik kampanye Rokok Harus Mahal, tapi banyak aspek
lainnya. Namu tentu saja menaikkan harga rokok adalah salah satu instrumen yang
penting. Dr. Santi Martini, dr., M.Kes menyatakan bahwa dengan menaikkan harga
rokok kisaran 50ribu hingga 70ribu adalah harga yang cukup tinggi agar
masyarakat berpikir kembali ketika ingin membeli rokok. Tujuannya juga agar
uang yang digunakan untuk membeli rokok bisa dialihkan untuk memenuhi gizi
keluarga. Dengan kisaran harga seperti itu juga diharapkan tidak bisa dijangkau
oleh uang saku anak-anak.
Meskipun
bukan menjadi cara instan untuk menekan jumlah perokok, namun dengan menaikkan
harga rokok bisa menjadi salah satu cara
ampuh. Menengok keberhasilan Brasil dalam menekan angka perokok pemula dari
kebijakan menaikkan cukai rokok. Sebanyak 21,35 juta orang perokok pada tahun
2013 menjadi 17,10 juta jiwa. Hal tersebut berarti ada kesempatan untuk
menyelamatkan anak-anak dari rokok dengan isntrumen Rokok Harus Mahal.
Beberapa
faktor lain yang harus dijalankan bersama dengan Rokok Harus Mahal adalah
sebagai berikut:
- Diharapkan kesadaran oleh para pedagang rokok untuk tidak memperjualbelikan rokok kepada anak-anak. Pemerintah melalui Pasal 25 PP Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan telah mengatur tentang larangan menjual rokok kepada anak berusia di bawah 18 tahun. Dan juga diharapkan instrumen untuk pengawasan dan punishment terhadap pedagang yang masih memperjualbelikan rokok pada anak-anak.
- Kesadaran orang tua untuk tidak memberikan contoh kepada anak-anak. Menurut hasil survey yang dikemukakan Dr. Sophiati Sutjahjani, M.Kes sebanyak kurang dari 50% keluarga di Indonesia tergolong keluarga sehat. Itu berarti lebih dari 50% sisanya tidak memenuhi kategori keluarga sehat yang salah satu indikatornya adalah tidak merokok. Bagaimanapun anak-anak mencontoh figur paling dekat, yaitu orang tua. Tidak perlu sampai anak ikut jadi perokok, dengan hanya terpapar asap rokok saja anak yang sedang dalam pertumbuhan juga mendapatkan resiko yang tinggi.
- Pengendalian iklan rokok di media massa maupun iklan-iklan di pinggir jalan. Karena dapat memicu keinginan seseorang untuk merokok. Selain itu dengan dibentukknya Kawasan Tanpa Rokok juga diharapkan mampu menstimulasi perokok untuk menahan diri tidak merokok di sembarang tempat yang akhirnya sedikit demi sedikit menurunkan keinginan untuk merokok. Selain itu juga agar menciptakan lingkungan kondusif bagi anak-anak agar tidak terpapar bahaya rokok dan terpengaruh ikut merokok.
- Terdapat upaya yang dikembangkan oleh Muhammadiyah untuk tidak merokok, yaitu dengan mengeluarkan fatwa bahwa merokok itu haram. Fatwa ini berangkat dari fatwa bahwa mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan adalah wajib hukumnya, sehingga didapatkan kesimpulan bahwa rokok adalah haram hukumya.
- Guru-guru di TK juga diharapkan mampu mengajarkan murid-muridnya untuk bisa mengingatkan orang tua mereka yang merokok agar berhenti. Cara ini mungkin dianggap sebagai sesuatu yang sia-sia, tapi ternyata tidak juga. Dengan cara anak-anak mampu menyampaikan rasa kasih sayang kepada orang tua mereka ternyata bisa berpengaruh. Karena orang tua yang menyayangi anak juga akan tersentuh. Lagi pula orang tua mana yang egois membagi paparan bahaya rokok untuk kesehatan buah hati mereka?
Jika
para pembaca sekalian setuju dengan gagasan Rokok Harus Mahal, mari turut serta
untuk menandatangani petisinya di change.org/rokokharusmahal..
5 Comments
sedih ya lihat anal-anak merokok
ReplyDeleteMereka ngga sadar merusak badannya sendiri
Karena itu kampanye anti rokok harus terus menerus
masih sulit banget memberantasnya ya
ReplyDeleteNaini, satu artikel lengkap lagi tentang rokok yg murah. Setuju bangeeet! Aku udah ikutan tanda tangan petisinya rokok harus mahal :)
ReplyDeletePokoke kudu banget deeeehhh #RokokHarusMahal
ReplyDeleteKindly visit my blog: bukanbocahbiasa(dot)com
Betul, setuju banget rokok harus dinaikkan harganya. Tapi beruntungnya anak-anak yang masih bisa diberikan gizi yang cukup. Banyak anak-anak Indonesia diluar sana yang belum bisa mendapatkan hak mereka di usia mereka. Banyak menjadi korban perceraian, perang antar suku, bencana, sehingga mereka tidak bisa menikmati masa bermain mereka. Bahkan banyak diantaranya yang ditelantarkan, dibuang, sehingga gizi juga tidak tercukupi. Namun ada UNICEF lembaga PBB dunia yang bergerak di bidang sosial perlindungan anak-anak dan perempuan. Mereka sudah lama menjaga anak-anak Indonesia dan membantu mendapatkan hak mereka, kita pun juga bisa membantunya dengan donasi melalui mereka. Tapi banyak dari kita yang takut donasi di UNICEF karena takut tidak tahu cara berhenti donasi UNICEF. Padahal itu perkara yang mudah kok, yuk bergerak bantu anak-anak Indonesia.
ReplyDelete