PING!!!
“Tik, besok hari rabu free atau ada jadwal?”
“Libur mbak, ada apa?”
“Yuk touring ke pulau seberang,
refreshing sebelum kesibukan mendera.” Tanpa basa-basi langsung saja kuajak
Tika, tetanggaku sedari kecil itu.
Rencana awal kami pergi di hari
rabu bukan ke pulau seberang melainkan ikut Lunar Track dari House of
Sampoerna. Ternyata jadwal Lunar Track diundur dan kami sebelumnya sudah pernah
ikut tour yang track biasanya itu. Dulu pernah punya rencana ngajak dia ke
Mercusuar dan makan Bebek Sinjay langsung di tempat asalnya tapi gak jadi-jadi.
Lalu tiba-tiba teringat Mas Fahmi,
seorang teman yang kukenal lewat kekonyolan dunia maya dan konspirasi Gili
Labak itu sedang pulang kampung di Bangkalan. Ponsel yang masih ditangan
langsung saja kubuka aplikasi messanger dan
mencari nama Fahmie Ahmad di sana.
PING!!!
Lama tak ada tanda-tanda dilihat,
dibaca, dicelupin eh dibalas maksudnya. Duh jaman udah semakin canggih tapi
ternyata menghubungi orang juga rada-rada susah. Enggak kehabisan akal, kubuka
aplikasi Instagram dan meninggalkan sebuah komentar di salah satu fotonya agar
menghubungiku di BBM. Dan ajaib langsung
ada nada pesan masuk dan ternyata dari dia. Tak lama pesan berderet yang
intinya sama seperti yang kukirim ke Tika terkirim padanya.
“Ayok, jam berapa? Ketemu dimana?”
respon cepat dari Mas Fahmi.
“Pagian gimana? Jam tujuh gitu
aku berangkat dari rumah.” BBM terkirim secepat kilat (efek pakai simpati dan
bukan iklan apalagi endorse).
“Aku bisanya jam 9 baru berangkat
dari rumah, kita ketemuan di Alun-Alun Bangkalan aja. Sekalian gitu ke kolam
renang yang di Jaddih”
Gagal sudah rencana berangkat
pagi biar enggak pulang terlalu sore. Aku mulai tak bisa berpikir jernih karena
jam malam yang biasanya disebut jam goblok ditambah lagi sedang haha hihi main Ingress
di warung kopi Cak To sama teman-teman Enlight yang lain. Kubalas singkat saja,
kalo nanti aku BBM lagi karena masih di luar rumah.
Esok paginya subuh-subuh sebuah
BBM yang berisi rute ke Jaddih sudah melayang ke Mas Fahmi. Sudah lima menit
berlalu tapi Cuma tanda centang yang terlihat. Tadinya masih asik aja mungkin
dia sedang kesiangan seperti sebuah cerita dari Bang Enzat yang pernah kubaca
saat mereka melancong ke Sumbawa. Tapi setelah sebuah PING yang juga kukirim
tak kunjung berbalas mulailah panik mendera. Satu-satunya yang bisa jadi teman
curhat cuma Bang Enzat. Dan Bang Enzat kasih saran kalau ditelpon aja. Duh lupa
aku kalau gak punya nomornya, lalu dia memberiku dua nomor Mas Fahmi. Setelah
coba aku simpan dulu eh lah kok di kontak telpon ada nama Fahmie Ahmad dan
ternyata aku pernah berkirim Whats App dengannya. Duh pikun deh, haha... tapi
setelah coba telpon, ternyata masa aktif kartuku indosatku yang habis dan
telkomsel cuma ada paket internet. Sebuah pengakuan memalukan itu melayang juga
ke BBM Bang Enzat. Akhirnya Bang Enzat yang coba telpon ke nomor-nomor Mas
Fahmi tapi semuanya gak bisa dihubungi.
“Tik, kita berangkatnya nunggu
kabar temenku dulu ya? Dia katanya bisa kalau jam 9 tapi sekarang gak bisa
ditelpon atau BBM. Ntar kalau gak bisa kita berangkat sendiri tapi gak usah ke
kolam renang Jaddih. Aku Cuma tau jalan ke Mercusuar.”
“Iya, mbak.” Jawaban yang pasti
akan diberikan Tika. Haha...
Setelah memasuki jam manusiawi
untuk beli pulsa akhirnya masa aktif kartu bertambah dua minggu. Bergantian
telpon dan sms ke kedua nomor Mas Fahmi jadi usaha terakhir. Setelah
jari-jemari hapal untuk bergantian telpon yang disambut mailbox di XL dan tanpa nada sambung di axis akhirnya membuahkan
hasil setelah 30 tahun (entah berapa jam yang rasanya bagai bertahun-tahun).
Pesan singkat yang berisi dia jadi ikut dan ketemu di alun-alun langsung masuk
ke inbox SMSku.
Bak gayung bersambut (ceileh...)
kami langsung tancap gas motor dari Surabaya. Pelan-pelan saja biar menikmati
angin di jalan dan lagipula jarak rumahku yang di Surabaya dan rumah Mas Fahmi
di Bangkalan menuju alun-alun sama jaraknya, bahkan mungkin lebih dekat
rumahku, haha... Benar saja aku dan Tika yang sampai duluan. Seperti disambut
malaikat-malaikat yang membuka pintu surga, di sana banyak jajanan broh....
mataku berbinar berbintang-bintang melihat itu semua. Akhirnya sambil menunggu
Mas Fahmi datang kuhabiskan waktu bersama butiran cimol dan pentol, tak lupa
berkirim kabar ke Bang Enzat kalau Mas Fahmi sudah bisa dihubungi. Lalu setelah 675 kata tulisan ini belum juga
aku bercerita bagaimana perjalanan menuju ke kolam renang di Jaddih dan
Mercusuar. Bro drama di atas terlalu seru untuk dilewatkan haha.
Baiklah akhirnya Mas Fahmi datang
bersama seorang bocah yang bukan bocah lagi, katanya untuk penunjuk jalan ke
Jaddih dan ternyata satu lagi bocah yang sudah ada di alun-alun sejak tadi
ternyata teman ponakan Mas Fahmi yang masih bocah itu. Setelah rehat sambil
mengenang bagaimana cerita mengenal Mas Fahmi di Instagram yang ternyata pernah
ketemu di Gili Labak dan perkenalan dengan Bang Enzat di dunia maya yang
gara-gara memperjuangkan Sempu lalu ternyata mereka berteman mesra
sampai-sampai kalimat ini entah kapan titiknya akhirnya kami berangkat juga ke
tujuan pertama.
Kolam renang Aeng Guweh Pote ini
merupakan sebuah kolam renang yang terletak di antara bukit kapur di Desa
Jaddih, Kecamatan Socah, Kabupaten Bangkalan. Setelah dua kali muter karena di
penunjuk jalan kebablasan yang ternyata belum kebablasan jalan akhirnya sampai
juga di sebuah bukit kapur dengan kegiatan khas penambangan seperti yang ada di
Gresik. Kira-kira bagaimana bentuknya sebuah kolam renang jika ada di tempat seperti
ini? Ya tau sih dari mbah google tapi penasaran aja kalau lihat langsungnya. Ternyata
beneran enggak jauh dari pusat kota, sekitaran 15 menit tanpa nyasar tapi ya
jalanannya mudah banget kok.
Penampakan kolam renang Aeng Guweh Pote (maap saya gak mahir motret) Foto Oleh: D. Indah Nurma |
Setelah membayar yang entah
berapa saya lupa akhirnya bisa parkir juga di bawah goa-goa bukit kapur. Tujuan ke situ yang semula
mungkin bisa icip-icip air kolam renang akhirnya urung dilakukan. Matahari
siang itu ada dua dan bisa dibayangkan berubah dekil setelah berenang di bawah
sinar matahari. Lalu kami memilih foto-foto dan mengamati saja keadaan sekitar.
Konon katanya air di kolamnya berasal dari sumber air di bukit tersebut ketika
penambang sedang melakukan penambangan. Daripada airnya hanya menjadi kubangan
besar lalu diputuskan untuk dibangun kolam renang sebagai tempat wisata. Tidak
lazim memang kolam di lokasi seperti itu tapi justru itu yang menjadi daya
tarik bagi pengunjung. Bagi yang ingin berenang di sana juga sudah ada tempat
ganti lho seperti di tempat berenang pada umumnya. Lalu yang ingin duduk-duduk
menikmati pemandangan bisa nongkrong di warung-warungnya. Kalau yang ingin
foto-foto bisa banget dan gak bakal bosen dengan berbagai angle menarik di sana. Setelah meilhat-lihat pasti kita akan tahu
kenapa dinamakan Guweh Pote atau dalam Bahasa Indonesia Goa Putih. Karena
banyak goa di bukit kapur yang putih itu dan goanya juga terbentuk karena
penambangan batu kapur. Karena gak jadi nyebur kami putuskan untuk melanjutkan
perjalanan ke Mercusuar Sembilangan yang pernah beberapa kali saya kunjungi.
Oh ya gaes buat kalian yang
memang ingin berenang di sana lebih baik pagi atau sore hari. Buat yang
berenang siang kalian super tapi jangan lupa pakai sunblock, bukan masalah
dekilnya yang saya khawatirkan tapi paparan sinar matahari yang menyengat di
kulit. Dan untuk peta lokasi bisa dicek
di sini.
Oke gaes, kami mengginggalkan
Guweh Pote dengan foto-foto seadanya yang penting pernah ke sana, haha. Sebelum
menuju Mercusuar kami memenuhi dulu panggilan Pemili Alam untuk bersyukur.
Masjid Syaichona Cholil yang kami pilih karena searah dan bagus pula masjidnya.
Aku pernah sekali ke sana sih tapi bareng rombongan pengajian Kampung Kapas
Gading Madya tercinta. Syaichona Cholil merupakan orang berpengaruh di Bumi
Madura, enggak heran banyak yang berziarah ke makam beliau apalagi masjidnya
mengagumkan. Di sana foto-foto boleh asal tidak mengganggu ketenangan ya gaes.
Dari masjid menuju mercusuar bisa
memakan waktu hanya lima menit kalau kalian bermotor seperti angin. Haha...
nyante aja lah menikmati pemandangan sekitar. Tidak ada yang berubah di
mercusuar tetap ada pungli dari penduduk sekitar sejumlah dua ribu rupiah untuk
satu sepeda motor dan lima ribu rupiah untuk mobil. Masuk ke mercusuar juga
dikenakan biaya lima ribu yang dihitung permotor, kalau yang ini saya maklum
lah untuk sumbangan ke penjaga mercusuarnya. Di mercusuar yang berubah hanya saya
yang mulai ngos-ngosan naik ke lantai 17. Entah efek bertambah tua atau jarang
olahraga, mungkin opsi kedua sih hehe... Yang menarik di atas adalah saya ke
sana dan menikmati pemandangan di sana dengan orang-orang yang baru lagi.
Tempatnya sama, pemandangannya sama, yang baru dan membuat cerita yang lain
adalah orang yang baru juga. Tak disangka-sangkan, Mas Fahmi yang jago naik
gunung malah ketakutan di atas sana. Duh.... akhirnya dia memilih sembunyi
dibalik pintu mercusuar bagian dalam tapi keluar lagi karena berhasil meminjam
tongsis dari pengunjung lain. Subhanallah... ajaib kalo soal foto-foto haha.
Pakai kamera depan hape Tika yang baru emang cihuy dan hasilnya bening. Tapi
bro, tumben ngeri sih karena anginnya kenceng. Sempat hape hampir jatuh dari
tongsis tapi masih bisa diselamatkan,
yang wasalam hanya duit dua ribu rupiah dari saku jaketku yang melayang
entah kemana diterbankan angin laut. Huhu... dua ribu rupiahku melayang
sia-sia. Daripada terjadi drama yang lain, kami putuskan bersantai di warung
rujak saja dan saya bantuin Mas Fahmi ngehabisin rujak. Haha...
Dibalik senyum ada ketakutan, haha |
Di sini sebenernya yang paling
ditunggu. Konklusi dari drama perjalanan hari ini yaitu makan makanan yang
turun dari surga, Bebek Sinjay. Khawatir sudah tutup akhirnya kami memacu
kendaraan secepat dan seaman yang kami bisa. Yay! Masih buka bro, terharu aku
jadinya. Saat yang lain memesan dan cari tempat duduk, saya sholat asar dulu
saja. Setelah sholat semuanya sudah terhidang dihiasi wajah-wajah kelaparan
mereka. Haha... setia kawan juga rupanya karena ditungguin. Jangan ditanya
lagi, lapar dan Bebek Sinjay itu perpadua luar biasa. Jangan dibayangin nanti
ngiler lho. Haha... akhirnya drama hari itu yang terangkum dalam 1.500an kata
ini diakhiri dengan hati senang, perut kenyang, mari pulang.
10 Comments
Wuih serasa berenang di kolam renang raja-raja. Keren pemandangannya
ReplyDeleteIya, unik karena kolamnya ada di alam terbuka.
Deletekeren mbak kolam renangnya ^_^
ReplyDeletesayangnya sayya gx bs renang hehee
bisa gak bisa kan yang penting main air. hehe...
DeleteKeren n unik kolam renangnya Mbak, berasa jadi bangsawan ya kalau berenang di sana :D
ReplyDeleteSalam kenal dari kami Keluarga Biru di Malang :-)
Salam kenal juga, terima kasih sudah mampir di blog saya.
Deleteasyik ya mengeksplorasi Jawa Timur :)
ReplyDeleteIya mak Titi, mumpung dapet kesempatan dan bisa dijangkau sendiri. Hehe...
Deletewaaa keren..aku malah belum kesini nih ndah :)
ReplyDeleteKapan-kapan KEB Surabaya piknik bareng yuk mbak ke Madura. Pantai-pantainya kan cantik...
Delete