Jembatan Petekan Tahun 2015 Foto dan Edit Oleh: D. Indah Nurma |
Surabaya merupakan kota tempat saya dilahirkan dan tinggal sampai saat ini. Setiap perubahan bisa dibilang saya mengamatinya sebanyak usia saya sekarang. Meskipun begitu bukan berarti saya mengenal dekat bagaimana kota saya ini. Saat memasuki usia Anak Baru Gede, saya banyak melewatkan kebiasaan nongkrong pada umumnya. Bahkan teman-teman saya menggelengkan kepala saat tahu saya tidak pernah memasuki suatu pusat perbelanjaan yang cukup terkenal di Surabaya Selatan (itu dulu, sekarang sudah pernah). Tapi lama-lama saya jadi merasa bersalah karena cuek terhadap kota sendiri. Akhirnya waktu kuliah saya sering blusukan bersama teman-teman saya. Ya bukan cuma itu, akhir-akhir ini saya melakukan perjalanan ke utara bukan untuk mencari sebuah kitab tapi sebuah wajah. Perjalanan menyusuri Surabaya dari utara atau orang menyebutnya Tanjung Perak. Perjalanan yang rencananya akan saya tulis di masing-masing lokasi dengan kolom bernama "Wajah Surabaya Tua Kini."
Hujung Galuh atau Ujung Galuh atau Kampung Galuhan yang menurut peta Surabaya pada masa awalnya terletak di wilayah Tanjung Perak. Dalam tulisan kali ini saya tidak akan membahas panjang lebar kali tinggi (rumus volume dong, bener kan ya? haha) tentang sejarah Ujung Galuh. Tapi saya hendak menunjukkan bahwa tempat itu ada dan hingga kini juga ada, meskipun tidak lagi menjadi jantung yang mengalirkan darah ke seluruh bagian tubuh Kota Surabaya. Mengenai Jung Galuh atau Ujung Galuh atau Hujung Galuh atau Jenggala bisa lihat di catatan sejarah milik Bapak Dukut Imam Widodo, Oud Soerabaia milik Von Faber, yang saya yakin semua pecinta sejarah pasti mendapat penjelasan dari Kitab Kakawin Mpu Prapanca. Namun sampai sekarang nama Ujung Galuh masih diperdebatkan apakah letaknya di Surabaya yang kini bernama Tanjung Perak. Karena saya bukan ahli sejarah makan silakan masing-masing mengkaji dari referensi yang saya sebutkan di atas.
Yang Jelas tempat yang konon katanya itu adalah Ujung Galuh dari dahulu sampai sekarang masih sama-sama memiliki pelabuhan. Ujung Galuh dahulu memiliki pelabuhan dimana kapal-kapalnya bersandar di Sungai Kalimas. Tanjung Perak kini merupakan perkembangan dari palabuhan tradisional tersebut dan menjadi pelabuhan yang sangat sibuk. Dahulu kapal-kapal besar bersandar di muara Sungai Kalimas untuk mengangkut barang-barang niaga ke pusat Kota Surabaya. Sebelum memasuki Pelabuhan Tradisional Kalimas otomatis akan melihat Ophaalburg atau Jembatan Petekan yang dibangun oleh NV Braat and Co pada tahun 1900an. Jembatan yang memiliki bentuk jembatan gantung itu bisa dinaik-turunkan agar kapal-kapal kecil bisa lewat untuk membawa barang-barang niaga ke kawasan bisnis Surabaya di kembang Jepun. Namun sayang sekali kecanggihan benda itu pada masanya hanya tinggal bayang-bayang saya, sekarang tinggal onggokan besi tua yang terlihat cukup menggiurkan jika dijual kiloan.
Memasuki kawasan pelabuhan tradisional yang terlihat adalah deretan pergudangan dan jasa ekspedisi. Di muara sungai yang paling dekat dengan Selat Madura berjajar kapal-kapal kokoh yang terbuat dari logam. Sedangkan pemandangan menarik jika kita berjalan semakin ke selatan, yaitu kapal-kapal kayu besar yang berjajar dengan muatan yang berbeda-beda. Kegiatan khas yang terlihat adalah aktivitas bongkar muat barang dari dan ke dalam kapal. Jika melihat ke arah Jembatan Petekan maka akan terbayang bagaimana dahulu sibukanya bongkar muat ke kapal-kapal kecil lalu didistribusikan menuju kawasan niaga melalui bawah jembatan yang akan terangkat. Namun kini setelah jalur-jalur darat telah banyak dibangun, pendistribusian barang dagangan dengan diangkut oleh truk-truk. Mungkin karena itu dan manusia lebih menggap jalur darat lebih efisien lalu nasib Jembatan Petekan terlupakan. Kawasan Pelabuhan Tradisional Kalimas selain para pekerja yang mendatangi mungkin hanya pemburu foto yang mencari santapan utama atau camilan, Lalu mungkin para pecinta sejarah yang sedang mencari Ujung Galuh, dan mungkin orang-orang seperti saya yang sedang ingin memandangi lekat Wajah Surabaya Tua Kini. Sampai jumpa di episode selanjutnya.
Seorang Ibu yang Berjualan Makanan di Kapal yang Bersandar Foto dan Edit Oleh: D. Indah Nurma |
Aktivitas Bongkar Muat Saat Ini Foto dan Edit Oleh: D. Indah Nurma |
2 Comments
waktu kantor di Kebalen, sering bgt miat jembatan ini sambul ngebayangin lerennya jaman dulu. Dmn jembatan bakal membuka ketika ada kapal yg akan lewat. Duh cantiknya Surabaya jaman duluuuuu, gk semrawut skrg hihijj
ReplyDeleteIya kemarin ngelihat perahu kecil lewat bawah jembatan jadi kebayang dulu gimana. Sekarang semrawut juga karena penduduknya makin banyak mbak. Haha...
Delete